Gema Masa Depan
Sang Mentor

Alanzi
2024.05.23Dilihat 3
"Katakan padaku, Pharita," Atlas memulai, suaranya berc Campur antara rasa ingin tahu dan otoritas, "bagaimana kau menemukan artefak ini?"
Pharita menceritakan pengalamannya di museum, daya tarik aneh yang ia rasakan terhadap bola tersebut, dan kilatan cahaya tiba-tiba yang membawanya ke Alam Paralel. Saat ia berbicara, ekspresi Atlas berubah dari skeptis menjadi penasaran.
"Sepertinya artefak ini memilihmu karena suatu alasan," gumamnya, sambil meletakkan bola itu dengan lembut. "Hanya sedikit benda di dunia ini yang memiliki kekuatan seperti itu. Benda ini terhubung secara mendalam dengan musik dan teknologi, seperti halnya kota kita."
Pharita merasakan campuran perasaan lega dan gembira. "Jadi, kau bisa membantuku memahaminya? Dan mungkin membantuku menemukan jalan pulang?"
Atlas mengangguk, meskipun tatapannya tetap penuh pertimbangan. "Ya, tapi ini tidak akan mudah. Artefak ini menyimpan rahasia yang bahkan aku sendiri belum sepenuhnya pahami. Kita perlu membuka potensinya bersama-sama."
Ia memberi isyarat kepada Pharita untuk mengikutinya lebih jauh ke dalam bengkel. Mereka melewati berbagai penemuan, masing-masing lebih menarik daripada yang sebelumnya—biola yang dapat memainkan dirinya sendiri, memancarkan gambar holografik dengan setiap nada; sepasang sarung tangan yang menciptakan gelombang suara nyata saat dikenakan.
"Bagaimana cara kerja benda-benda ini?" tanya Pharita, takjub melihat kecerdasan yang ada di sekitarnya.
Atlas tersenyum tipis. "Di ranah ini, musik dan teknologi saling terkait. Gelombang suara dapat dimanfaatkan sebagai bentuk energi, mampu memberi daya pada perangkat dan bahkan membentuk objek fisik. Ini membutuhkan pemahaman mendalam tentang seni dan sains."
Mereka sampai di sebuah meja besar di tengah ruangan, yang dipenuhi peralatan dan instrumen aneh. Atlas mengambil sepasang kacamata dengan banyak lensa dan menyerahkannya kepada Pharita. "Ini akan membantumu melihat pola energi di dalam artefak. Pakailah."
Pharita mengenakan kacamata itu, dan dunia di sekitarnya berubah. Dia bisa melihat jalinan cahaya dan warna yang rumit memancar dari bola itu, setiap untaiannya berdenyut dengan ritme yang hampir bisa dia dengar.
"Indah sekali," bisiknya, terpesona oleh pemandangan itu.
Atlas mengangguk. "Ya, dan rumit. Pola-pola ini adalah kunci untuk membuka potensi artefak tersebut. Kau memiliki bakat alami dalam musik, Pharita, dan itu akan sangat penting dalam menguraikan pola-pola ini."
Dia menyerahkan sebuah perangkat kecil dan ramping yang tampak seperti perpaduan antara keyboard dan tablet kepadanya. "Ini adalah synthesizer harmonik. Alat ini memungkinkanmu untuk berinteraksi dengan energi artefak. Cobalah memainkan melodi sederhana."
Pharita ragu sejenak, lalu meletakkan jarinya di synthesizer. Dia memainkan beberapa nada, dan yang mengejutkannya, pola-pola di sekitar bola itu merespons, bergeser dan selaras dengan melodi.
"Luar biasa," kata Atlas, dengan sedikit nada bangga dalam suaranya. "Begini, artefak ini merespons masukan musik. Semakin kompleks dan harmonis musiknya, semakin kuat responsnya."
Pharita menghabiskan beberapa jam berikutnya bereksperimen dengan synthesizer, dibimbing oleh keahlian Atlas. Dia belajar menciptakan harmoni yang dapat memanipulasi pola energi, menyebabkan bola tersebut memancarkan denyutan cahaya yang menerangi seluruh bengkel.
Saat siang berganti malam, Luna muncul kembali membawa nampan berisi makanan. "Kalian berdua pasti lelah," katanya sambil meletakkan nampan itu. "Istirahatlah dan makanlah sesuatu."
Pharita menyadari dirinya sangat lapar dan dengan penuh syukur menerima makanan itu. Sambil makan, ia dan Atlas mendiskusikan langkah selanjutnya.
"Kita perlu mengungkap tujuan sebenarnya dari artefak ini," kata Atlas di sela-sela suapan. "Jelas bahwa artefak ini memiliki peran penting di kedua dunia kita. Tetapi kita juga perlu berhati-hati. Ada kekuatan di alam ini yang akan berusaha memanfaatkan kekuatan tersebut."
Pharita mengangguk, tekad terpancar di matanya. "Aku akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk memahami artefak ini dan melindungi kedua dunia kita."
Atlas tersenyum, ekspresi yang jarang terlihat namun tulus. "Bagus. Kita masih memiliki banyak pekerjaan di depan, tetapi aku percaya pada potensimu, Pharita. Bersama-sama, kita akan mengungkap rahasia bola itu dan menemukan harmoni sejati antara musik dan teknologi."
Saat malam semakin larut, Pharita merasakan tujuan yang semakin menguat dalam dirinya. Dia bukan lagi sekadar penyanyi dan penampil—dia adalah kunci menuju sesuatu yang jauh lebih besar, jembatan antara dunia. Dan dengan Atlas dan Luna di sisinya, dia siap menghadapi tantangan apa pun yang ada di depannya.